Senin, 12 Mei 2008

ASUHAN KEPERAWATANPADA KLIEN GANGGUAN NEUROLOGIS

              1. KONSEP MEDIS

    1. Pengertian

Proses desak ruang adalah proses terdesaknya struktur dalam ruang intrakranial karena pertambahan volume salah satu atau lebih dari 3 komponen intrakranial yakni: jaringan otak, darah otak dan atau cairan serebrospinal sehingga menimbulkan peningkatan tekanan intrakranial dengan segala akibatnya.


    1. Patofisiologi

Dinamika Ruang Intrakranial

Hipotesis Monro-Kellie menyatakan bahwa volume intrakranial sama dengan volume otak (80-85%) ditambah volume darah serebral (3-10%) dan volume cairan serebrospinal (8-12%). Perubahan volume dari salah satu komponen karena proses desak ruang dapat menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial.

Dalam keadaan normal, otak mempunyai kemampuan melakukan autoregulasi aliran darah serebral untuk menyesuaikan dengan perubahan komponen intrakranial lainnya. Autoregulasi menjamin aliran darah konstan melalui pembuluh darah serebral di atas rentang tekanan perfusi dengan cara mengubah diameter pembuluh darah dalam berespon terhadap tekanan perfusi serebral. Tetapi berbagai faktor dapat mengubah kemampuan pembuluh serebral untuk melakukan kontriksi dan dilatasi seperti iskemia, hipoksia, hiperkapnea dan trauma otak. Karbondioksida merupakan vasodilator yang paling poten pada pembuluh serebral, dapat menyebabkan kenaikan aliran darah serebral dan selanjutnya dapat meningkatkan tekanan intrakranial.

Autoregulasi dapat berfungsi dalam batasan:

  1. Tekanan perfusi serebral > 60 mmHg

  2. Tekanan arteri rata-rata <>

  3. Tekanan intrakranial <>

Bila mekanisme autoregulasi terganggu, aliran darah serebral berfluktuasi sesuai dengan tekanan darah sistemik. Setiap aktivitas yang menyebabkan peningkatan tekanan darah seperti batuk, suksion dan kecemasan dapat menyebabkan peningkatan aliran darah serebral yang dapat meningkatkan tekanan intrakranial.

Otak mampu melakukan kompensasi atau menerima perubahan minimal pada volume kolaps parsial sisterna, ventrikel dan sistem vaskuler, juga menurunkan pembentukan dan meningkatkan reabsorbsi cairan serebrospinal. Selama masa kompensasi, TIK tetap cukup konstan. Bila mekanisme kompensasi ini telah digunakan sampai batas kemampuan otak, peningkatan TIK tidak dapat diterima lagi dan akan terjadi herniasi yang mengakibatkan terhentinya aliran darah serebral sebagai konsekuensi yang paling berat.

Tekanan Perfusi Serebral (TPS)

Aliran darah serebral berjalan dalam TPS > 60 mmHg. Di bawah tingkat ini, suplai darah ke otak tidak adekuat dan akan terjadi hipoksia neural dan dapat terjadi kematian sel neuron. Saat tekanan perfusi menurun, respon kardiovaskuler adalah meningkatkan tekanan darah sistemik. Sistem autoregulasi yang berfungsi mempertahankan aliran darah serebral yang konstan tidak berfungsi bila TPS <>


PROSES DESAK RUANG




PENINGKATAN TIK






EDEMA & VASODILATASI

SEREBRAL



ADS ↓







HIPOKSIA SEREBRAL

pCO2 ↑, pO2 ↓, pH↓





    1. Etiologi Proses Desak Ruang

Sebagaiman dikemukakan di atas, proses desak ruang intrakranial dapat desibabkan oleh berbagai keadaan yang meyebabkan berubahnya volume salah satu komponen intra kranial. Berikut beberapa keadaan tersebut:

  1. Peningkatan volume darah jaringan otak:

      • Edema serebral

      • Trauma

      • Pembedahan

      • Stroke

      • Tumor.

  1. Peningkatan volume darah otak

      • Hematoma

      • Malformasi AV

      • Anurisme

      • Stroke

      • Peningkatan PCO2

  1. Peningkatan volume cairan serebrosinal

      • Peningkatan produksi, hidrosefalus

      • Penurunan reabsopsi


              1. FOKUS PENGKAJIAN

        1. Riwayat Keperawatan

Hal-hal yang perlu ditanyakan pada anamnesis riwayat neurologis:

          1. Trauma yang baru terjadi yang dapat mempengaruhi sistem saraf (jatuh, kecelakaan lalulintas)

          2. Infeksi yang baru terjadi termasuk sinusitis, infeksi telinga dan sakit gigi.

          3. Sakit kepala dan masalah-masalah gangguan daya konsentrasi dan ingatan yang baru terjadi.

          4. Perasaan pusing, kehilangan keseimbangan, melayang, melamun, tinitus dan masalah pendengaran.

          5. Kecanggungan atau kelemahan ekstremitas, kesulitan berjalan.

          6. Penyimpangan sensoris (kesemutan, baal, hipersensitivitas, nyeri) atau kehilangan sensori pada wajah, badan dan ekstremitas.

          7. Impotensi dan kesulitan berkemih.

          8. Kesulitan dalam kegiatan sehari-hari.

          9. Efek masalah pada pola hidup, kinerja pekerjaan dan interaksi sosial.

          10. Penggunaan tembakau, alkohol dan obat-obat tertentu.


        1. Pengkajian Fisik

Hal-hal yang perlu dilakukan pada pemeriksaan fisik neurologis adalah:

          1. Pemeriksaan tingkat kesadaran (GCS)

Tingkat kesadaran dapat digambarkan secara kualitatif seperti sadar, letargi, stupor, semikoma dan koma atau secara kuatitatif dengan menggunakan Glasgow Coma Scale.

          1. Gerakan, kekuatan dan koordinasi otot ekstremitas.

Kelemahan otot merupakan tanda penting pada beberapa gangguan neurologis. Beberapa tes khusus digunakan untuk mendeteksi kelainan yang lebih spesifik seperti tes Romberg untuk memeriksa koordinasi keseimbangan tubuh tes koordinasi jari hidung untuk memeriksa kemampuan koordinasi ekstremitas atas.

          1. Status mental

Pemeriksaan status mental meliputi perhatian, daya ingat, afek, bahasa, pikiran dan persepsi (person, time and space)..

          1. Refleks

Refleks terjadi jika stimulasi sensori menimbulkan respon motorik. Refleks yang diperiksa meliputi refleks regangan otot (refleks tendon), refleks kutaneus (superfisial) dan adanya refleks abnormal seperti refleks Babinski.

          1. Gerakan involunter

Gerakan involunter adalah gerakan bagian tubuh yang tidak dapat dikendalikan seperti tremor, fasikulasi, klonus, mioklonus, hemibalismus, chorea dan atetosis.

          1. Perubahan pupil

Pupil dapat dinilai ukuran dan bentuknya serta respon terhadap cahaya.

          1. Tanda vital

Tanda klasik peningkatan TIK meliputi kenaikan tekanan sistolik dalam hubungan dengan tekanan nadi yang membesar, nadi lemah atau lambat dan pernapasan tidak teratur.

          1. Saraf kranial

Tes fungsi saraf kranial diperiksa satu persatu untuk melihat adanya kelainan yang spesifik.


        1. Test Diagnostik

Tes diagnostik yang sering dilakukan diuraikan pada tabel berikut:

Jenis Pemeriksaan

Tujuan


- CT Scan





- MRI (Magnetic Resonance Imaging)







- PET (Positron Emission Tomografi)





- Angiografi Serebral










-Mielografi






- EEG (Elektroensefalografi)




- Pungsi Lumbal





CT Scan memberikan gambaran rinci dari struktur tulang, jaringan dan cairan tubuh. Dapat menunjukkan perubahan struktur karena tumor, hematom atau hidrosefalus.


Sacn dengan MRI membuat gambaran grafis dari struktur tulang, cairan dan jaringan lunak. Dapat memberikan hasil yang lebih jelas tentang detail anatomi dan dapat membantu diagnosis tumor yang kecil atau sindrom infark dini.


Test dignostik untuk mengukur proses fisiologis dan biokimia dalam sistem saraf. Daerah tertentu dapat teridentifikasi sebagai berfungsi atau tidak.


Merupakan pemeriksaan radiografi dengan menggunakan kontras berupa zat warna radio-opak yang disuntikkan dengan kateter ke dalam sirkulasi arteri serebral. Hasilnya memperlihatkan patensi pembuluh darah, penyempitan, oklusi dan abnormalitas struktur (aneurisma), pergeseran pembuluh (tumor dan edema) dan perubahan aliran darah (malformasi AV).


Ruang subarakhnoid spinal diperiksa terhadap obstruksi total atau sebagian yang berhubungan dengan perubahan letak tulang, kompresi medula spinalis atau herniasi cakram intervertebrata.


Membantu mendeteksi dan menemukan tempat aktivitas listrik abnormal dalam korteks serebri.


Pemeriksaan CSS terhadap adanya darah, perubahan karater, jumlah sel, protein, dan glukosa dan memperkirakan TIK.






              1. DIAGNOSA KEPERAWATAN


  1. Perubahan perfusi jaringan serebral b/d penurunan spasium untuk perfusi serebral, edema jaringan serebral, penurunan perfusi sitemik embolus atau sumbatan aliran darah serebral.

  2. Pola pernapasan tidak efektif b/d penurunan tingkat kesadaran, cedera jaringan otak, depresi pusat pernapasan (medula oblongata), hipoventilasi berat atau komplikasi pulmonal.

  3. Risiko perubahan suhu tubuh b/d trauma jaringan serebral atau infeksi.

  4. Risiko infeksi b/d tindakan invasif, penurunan tingkat kesadaran dan imobilisasi.

  5. Risiko terhadap cedera b/d penurunan tingkat kesadaran, agitasi, gelisah atau gerakan involunter kejang.

  6. Risiko terhadap perubahan nutrisi b/d penurunan tingkat kesadaran, ventilasi mekanik atau peningkatan metabolisme.






              1. INTERVENSI KEPERAWATAN

  1. Perubahan perfusi jaringan serebral b/d penurunan spasium untuk perfusi serebral, edema jaringan serebral, penurunan perfusi sitemik embolus atau sumbatan aliran darah serebral.


Kriteria Hasil:

- Tingkat kesadaran klien akan membaik atau dipertahankan


INTERVENSI

KEPERAWATAN

RASIONAL


    1. Tinggikan bagian kepala tempat tidur 150-300 sepanjang waktu kecuali bila ada kontraindikasi (fraktur, gagal hepatorenal)




    1. Hindari fleksi leher dan rotasi kepala.






    1. Evaluasi hal-hal berikut setiap 1 jam:

      • Tingkat kesadaran

      • Ukuran pupil

      • Refleks pupil (terhadap cahaya)

      • Gerakan ekstremitas

      • Ada tidaknya refleks-refleks

      • Gerakan involunter (kejang, kedutan, atau fungsi motorik asimetris.

      • Frekuensi dan irama jantung

      • Frekuensi dan iram napas

      • Paramenter hemodinamik

      • Hitung tekanan perfusi serebral (TPS = TAR – TIK)


    1. Hindari peningkatan tekanan intrakranial akibat Valsava manuver (batuk, mengedan, muntah)


    1. Kurangi stimulasi lingkungan, batasi kontak dengan klien hanya pada prosedur penting.



    1. Kolaborasi pemberian obat:

      • Kortikosteroid


      • Diuretik



      • Sedativa dan muskulorelaksan


      • Antipiretik





      • Antikonvulsan



Posisi optimal yang meningkatkan aliran balik sirkulasi serebral ke sistem jugularis interna dan fleksus vena vertebra dengan memanfaatkan gaya gravitasi. Posisi yang lebih tinggi tidak bermakna dalam menurunkan TIK.


Posisi dengan fleksi leher atau rotasi kepala membatasi aliran darah vena dari kepala ke sistem jugularis interna dan fleksus vena vertebra sehingga dapat meningkatkan TIK.


Indikator klinis perubahan tekanan intakranial.














Aktivitas ini dapat meningkatkan tekanan intrathorakal, tekanan intra abdominal dan tekanan intrakranial.


Memberikan efek ketenangan, menurunkan reaksi fisiologis tubuh dan meningkatkan istirahat untuk menurunkan atau mempertahankan TIK.



Menurunkan inflamasi yang selanjutnya menurunkan edema jaringan..

Diuretik digunakan pada fase akut untuk menurunkan edema otak dan menurunkan TIK.

Mungkin digunakan untuk mengendalikan kegelisahan/agitasi.

Antipiretik mungkin diberikan untuk mengendalikan demam yang dapat berakibat meningkatkan status metabolisme dan meningkatkan kebutuhan oksigen.

Obat pilihan untuk mengatasi dan mencegah terjadinya aktivitas kejang.




  1. Pola pernapasan tidak efektif b/d penurunan tingkat kesadaran, cedera jaringan otak, depresi pusat pernapasan (medula oblongata), hipoventilasi berat atau komplikasi pulmonal.


Kriteria Hasil:

- Patensi jalan napas dapat dipertahankan.


INTERVENSI KEPERAWATAN

RASIONAL


  1. Pantau frekuensi, irama, kedalaman pernapasan, catat ketikteraturan pernapasan.


  1. Anjurkan klien melakukan latihan napas dalam yang efektif jika klien sadar.


  1. Lakukan suksion dengan hati-hati (selama 10-15 detik setiap kali). Catat karakter, warna dan kekeruhan sekret.



  1. Auskultasi bunyi napas, perhatikan daerah hipoventilasi dan adanya bunyi napas tambahan (krekels, ronkhi, wheezing)


  1. Pantau respon klien terhadap penggunaan obat depresan pernapasan (sedativa).


  1. Kolaborasi pemeriksaan/analisa gas darah.



Perubahan abnormal dapat menandakan awitan komplikasi pulmonal atau menandakan meluasnya proses di otak.


Mencegah/menurunkan atelektasis.




Suksion biasanya diperlukan bila klien koma atau dalam keadaan imobilisasi dan tidak mampu membersihkan jalan napasnya sendiri.


Untuk mengidentifikasi adanya masalah paru seperti atelektasis, kongesti atau obstruksi jalan napas yang membahayakan oksigenasi serebral.


Agen depresan pernapasan dapat meningkatkan gangguan/komplikasi pernapasan.


Menentukan kecukupan kebutuhan oksigen, keseimbangan asam basa dan kebutuhan terapi selanjutnya.



  1. Risiko perubahan suhu tubuh b/d trauma jaringan serebral atau infeksi.


Kriteria Hasil:

- Suhu tubuh klien akan tetap dalam batas normal (36-37 0C)


INTERVENSI KEPERAWATAN

RASIONAL


  1. Periksa suhu tubuh secara berkala sesuai keadaan klinis klien.


  1. Bila demam dan menggigil, turunkan suhu tubuh secara bertahap.



  1. Berikan antipiretik dan antibiotik sesuai program terapi.



  1. Kontrol suhu lingkungan



Menetapkan terjadinya



Mengoptimalkan mekanisme penyesuaian tubuh terhadap perubahan suhu, menghindari perubahan suhu yang ekstrim.


Agen terapeutik yang bekerja secara simptomatik dan secara etiologis dalam menurunkan suhu tubuh.


Mendukung upaya pengendalian terhadap suhu tubuh klien.



  1. Risiko infeksi b/d tindakan invasif, penurunan tingkat kesadaran dan imobilisasi.


Kriteria Hasil:

- Klien akan terhindar dari infeksi nosokomial.


INTERVENSI KEPERAWATAN

RASIONAL


  1. Gunakan teknik steril ketat selama pemasangan device pemantau TIK dan pertahankan sistem drainase ventrikular eksternal.


  1. Lakukan penggantian balutan dengan teknik steril pada device pemantau TIK setiap hari.


  1. Kaji gejala-gejala infeksi SSP (peningkatan suhu tubuh, peningkatan SDP, fotofobia, Kernig’s sign positif).


  1. Kolaborasi pelaksanaan kultur CSS bila perlu.


  1. Berikan antibiotik sesuai program terapi.



Tindakan prevensi menghindari terjadinya infeksi nosokomial.




Mencegah peradangan lokan area insersi device pemantau TIK.



Indikator perkembangan proses infeksi pada susunan saraf pusat.




Indikator diagnostik untuk menetapkan terapi yang tepat bila diperlukan.


Terapi profilaktik dapat diberikan pada tindakan invasif serebral untuk menurunkan risiko infeksi nosokomial.




  1. Risiko terhadap cedera b/d penurunan tingkat kesadaran, agitasi, gelisah atau gerakan involunter kejang.


Kriteria Hasil:

- Klien akan terhindar dari cedera.


INTERVENSI KEPERAWATAN

RASIONAL


  1. Jika klien gelisah, pasang terali sisi tempat tidur, pasang restrain lembut, pasang jaket restrain bila perlu.


  1. Jika tingkat kesadaran menurun, rubah posisi baring setiap 2 jam.



  1. Kaji integritas kulit setiap 8 jam, lakukan masase ringan.


  1. Lakukan latihan aktivitas bertahap (ROM pasif, ROM aktif, duduk, berdiri) sesuai perkembangan klinis klien.



Mencegah perlukaan fisik, menghindari klien jatuh dari tempat tidur.



Mencegah komplikasi kerusakan integritas kulit akibat tekanan statis yang berlangsung lama.


Meningkatkan sirkulasi perifer dan meningkatkan elastisitas kulit.


Mempertahankan mobilisasi dan fungsi muskuloskeletal serta menurunkan stasis vena.


  1. Risiko terhadap perubahan nutrisi b/d penurunan tingkat kesadaran, ventilasi mekanik atau peningkatan metabolisme.

Kriteria Hasil:

- Klien akan terhindar dari cedera.


INTERVENSI KEPERAWATAN

RASIONAL


  1. Pertahankan status NPO (non permitted oral = puasa) hanya selama diperlukan


  1. Evaluasi refleks batuk, gag dan menelan.


  1. Auskultasi bising usus setiap 8 jam






  1. Jika tidak mampu mengunyah dan menelan, pasang NGT sesuai indikasi.


  1. Evaluasi ketepatan letak NGT setiap 8 jam dengan cara auskultasi, aspirasi isi lambung atau dengan memasukkan ujung selang ke dalam air.


  1. Hentikan NGT bila residu gaster meningkat dan atau regurgitasi.


  1. Bila ada diare, atasi dengan pemberian anti diare sesuai program terapi.


  1. Timbang BB setiap hari jika TIK sudah stabil


  1. Pantau keseimbangan asupan dan haluaran setiap hari.




NPO mungkin diberlakukan selama fase akut.



Perlu untuk menilai kemampuan klien untuk menerima asupan nutri peroral.


Fungsi saluran cerna biasanya tetap baik pada kasus peningkatan TIK. Bising usus membantu menetapkan kemampuan fungsi sistem cerna atau berkembangnya komplikasi seperti paralitik ileus.


Memenuhi kebutuhan nutrisi sesuai keadaan klinis klien.



Mendeteksi kelainan letak NGT untuk mencegah aspirasi.




Mencegah komplikasi iritasi gaster dan aspirasi


Mengatasi penyulit yang dapat memperberat masalah kekurangan nutrisi.



Menilai status nutrisi klien.



Memastikan asupan cairan adekuat yang mendukung upaya pemenuhan kebutuhan nutrisi.


DAFTAR PUSTAKA




Carpenito (2000), Diagnosa Keperawatan-Aplikasi pada Praktik Klinis, Ed.6, EGC, Jakarta


Doenges at al (2000), Rencana Asuhan Keperawatan, Ed.3, EGC, Jakarta.


Hudak & Gallo (1996), Keperawatan Kritis-Pendekatan Holistik, Ed.6, EGC, Jakarta.


Price & Wilson (1995), Patofisologi-Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Ed.4, EGC, Jakarta
















Tidak ada komentar: