Sabtu, 17 Mei 2008

OMPHALOCELE / GASTROSCHISIS

OMPHALOCELE / GASTROSCHISIS

I.Konsep Dasar
Dinding perut mengandung struktur muskulo aponeuresis yang kompleks. Dibagian belakang, struktur ini melekat pada tulang belakang. Disebelah atas, melekat pada iga. Di bagian bawah melekat pada tulang panggul. Dinding perut ini terdiri dari berbagai lapis, yaitu dari luar ke dalam lapisan kulit yang terdiri dari kutis dan sub cutis, lemak sub cutan dan fasia superfisialis ( Fasia scarpa ). Kemudian ketiga otot dinding perut, m. oblikus abdominis externus, m. oblikus abdominis internus, m. tranfersus abdominis dan ahirnya lapis preperitoneum. Peritoneum, yaitu fasia tranversalis, lemak peritoneal dan peritoneum. Otot di bagian depan tengah terdiri dari sepasang otot rectus abdominis dengan fasianya yang di garis tengah dipisahkan oleh linea alba.
Dinding perut membentuk rongga perut yang melindung isi di dalamnya. Integritas lapisan muskulo aponeuresis sangat penting untuk mencegah terjadinya hernia bawaan, dapatan maupun iatogenik. Fungsi lain otot dinding perut adalah pada waktu pernafasan, juga pada saat berkemih, dan buang air besar dengan meninggikan tekanan intra abdomen.
Vaskularisasi dinding perut berasal dari beberapa arah. Dari kranio dorsal diperoleh pendarahan dari cabang aa. Intercostalis VI s/d XII dan a epigastrika superior. Dari kaudal terdapat a. iliaka sirkum fleksa superfisialis, a pudenta externa dan a epigastrika inferior. Kekayaan vaskularisasi ini memungkinkan sayatan perut horisontal maupun vertical tanpa menimbulkan gangguan pendarahan.
Persyarafan dinding perut dilayani secara segmental oleh n. torakalis VI s/d XII dan n. lumbalis I.

Patofisiologi
Kelainan kongenital Omfalokel dan Gastrischisis
Embriogenesis
Pada janin usia 5 – 6 minggu isi abdomen terletak di luar embrio di rongga selom. Pada usia 10 minggu terjadi pengembangan lumen abdomen sehingga usus dari extra peritoneum akanmasuk ke rongga perut. Bila proses ini terhambat maka akan terjadi kantong di pangkal umbilikus yang berisi usus, lambung kadang hati. Dindingnya tipis terdiri dari lapisan peritoneum dan lapisan amnion yang keduanya bening sehingga isi kantong tengah tampak dari luar, keadaan ini disebut omfalokel. Bila usus keluar dari titik terlemah di kanan umbilikus, usus akan berada di luar rongga perut tanpa dibungkus peritoneum dan amnion, keadaan ini disebut gastroschisis.
Diagnosis
Pada omfalokel tampak kantong yang berisi usus dengan atau tanpa hati di garis tengah pada bayi yang baru lahir. Pada gastro schisis usus berada di luar rongga perut tanpa adanya kantong.

II.Pengobatan Paliatif
Besarnya kantong, luasnya cacat dinding perut dan ada tidaknya hati di dalam kantong akan menentukan cara pengobatan. Bila kantong omfalokel kecil, dapat dilakukan operasi satu tahap. Dinding kantong dibuang, isi kantong dimasukkan ke dalam rongga perut, kemudian lubang ditutup dengan peritoneum, fasia dan kulit. Tetapi omfalokel biasanya terlalu besar dan rongga perut terlalu kecil sehingga isi kantong tidak bisa dimasukkan ke dalam rongga perut. Jika dipaksakan maka karena regangan dinding perut diafragma terdorong ke atas dan terjadi gangguan pernafasan. Obstruksi vena cava inferior juga dapat terjadi karena penekanan tersebut.
Tindakan yang dapat dilakukan ialah dengan melindungi kantong omfalokel dengan cairan anti septik misalnya betadin dan menutupnya dengan kain dakron agar tidak tercemar. Dengan demikian ada kesempatan terjadinya epitelisasi dari tepi sehingga seluruh kantong tertutup epitel dan terbentuk hernia ventralis yang besar. Epitelisasi ini membutuhkan waktu 3 – 4 bulan. Kemudian operasi koreksi hernia ventralis tersebut dapat dikerjakan setelah anak berusia 5 – 10 tahun.
Pada gastroschisis operasi koreksi untuk menempatkan usus ke dalam rongga perut dan menutup lobang harus dikerjakan secepat mungkin sebab tidak ada perlindungan infeksi. Tambahan lagi makin ditunda operasi makin sukar karena usus akan udem.

Komplikasi
Komplikasi dini merupakan infeksi pada kantong yang mudah terjadi pada permukaan yang telanjang. Kelainan kongenital dinding perut ini mungkin disertai kelainan bawaan lain yang memperburuk prognosis.

Omfalokel

Omfalokel

DEFINISI

Omfalokel adalah penonjolan dari usus atau isi perut lainnya melalui akar pusar yang hanya dilapisi oleh peritoneum (selaput perut) dan tidak dilapisi oleh kulit.

Omfalokel terjadi pada 1 dari 5.000 kelahiran.
Usus terlihat dari luar melalui selaput peritoneum yang tipis dan transparan (tembus pandang).

Omfalokel

PENYEBAB

Penyebabnya tidak diketahui.
Pada 25-40% bayi yang menderita omfalokel, kelainan ini disertai oleh kelainan bawaan lainnya, seperti kelainan kromosom, hernia diafragmatika dan kelainan jantung.

GEJALA

Banyaknya usus dan organ perut lainnya yang menonjol pada omfalokel bervariasi, tergantung kepada besarnya lubang di pusar.
Jika lubangnya kecil, mungkin hanya usus yang menonjol; tetapi jika lubangnya besar, hati juga bisa menonjol melalui lubang tersebut.

DIAGNOSA

Diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan fisik, dimana isi perut terlihat dari luar melalui selaput peritoneum.

PENGOBATAN

Agar tidak terjadi cedera pada usus dan infeksi perut, segera dilakukan pembedahan untuk menutup omfalokel.



LAPORAN KASUS

hernia umbilikalis inkarserata

pada neonatus

ABSTRAK

Dilaporkan satu kasus hernia umbilikalis inkarserata pada neonatus umur 2 hari dan

berat 2000 gr.

Terdapat pembengkakan di daerah pusat waktu lahir, perut bertambah besar. Pada

pemeriksaan terdapat tanda-tanda ileus obstruksi di pusat pembengkakan penampang

3 cm ditutup kulit dan di atasnya terdapat potongan tali pusat. Dilakukan operasi, dalam

kantong hernia terdapat sekum dan appendiks.

PENDAHULUAN

Pada daerah pusat terdapat beberapa bentuk hernia; sesuai

dengan bentuk dan terjadinya dibedakan:

1) Hernia umbilikalis pada bayi dan anak

Adalah penonjolan melalui defek fasia rektus ditutup si-

katriks tali pusat, terjadi setelah lahir karena tekanan intra-

abdomen meninggi

(1)

.

2) Hernia para umbilikalis : menyerupai hernia umbilikalis,

penonjolan melalui defek fasia transversal di atas atau di bawah

pusat tertutup oleh kulit; frekuensinya 3%, sedangkan hernia

umbilikalis bayi 97%.

3) Kongenital yaitu hernia dengan penonjolan waktu lahir yang

tertutup kulit dan di atasnya terdapat tali pusa

(2)

; disebut juga

hernia tali pusat Hernia ini jarang sekali ditemukan.

4) Omfalokel yaitu hernia umbilikalis inkomplet terdapat waktu,

lahir ditutup oleh peritonium, selai Warton dan selaput amnion.

Makalah ini melaporkan hernia umbilikalis kongenital

pada satu neonatus umur 2 hari yang mengalami inkarserasi;

kasus ini baru pertama kali ditemukan di RSAM Bukittinggi.

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

Hernia umbilikalis kongenital adalah hernia utuh ditutup

kulit yang terdapat waktu lahir. Hernia ini dapat menonjol ke-

dalam tali pusat, disebut hernia ke dalam tali pusat

(3,4)

. Diduga

hernia ini terjadi dari omfalokel kecil yang mengalami epitelisasi

intrauterin

(1)

. Hernia berbentuk oval atau bulat dengan penam-

pang 2­3 cm, lehernya sempit dan berisi mid gut

(4)

.

Setelah tali pusat dipotong dan diikat puntungnya dipuntir

perlahan-lahan supaya usus yang mungkin ada dalam tali pusat

tereposisi. Kemudian puntung ini difiksasi dengan plester ke

dinding perut untuk mencegah puntiran terlepas. Setelah tali

pusat nekrosis terdapat luka granulasi yang menutup beberapa

minggu kemudian. Adhesi usus dalam kantong hernia dapat

terjadi sehingga reposisi gagal. Bila ini terjadi perlu dilakukan

tindakan operasi segera.

Hernia umbilikalis pada bayi dan anak terjadi karena defek

fasia di daerah umbilikus dan manifestasinya terjadi setelah

lahir. Waktu lahir pada fasia terdapat celah yang hanya dilalui

tali pusat. Setelah pengikatan, puntung tali pusat sembuh dengan

granulasi dan epitelisasi terjadi dari pinggir kulit sekitarnya.

Waktu lahir banyak bayi dengan hernia umbilikalis karena

defek yang tidak menutup sempurna

(5,6,7)

dan linea alba tetap

terpisah

(2,8,9)

. Pada bayi prematur defek ini lebih sering ditemu-

kan

(6,7)

. Defek ini cukup besar untuk dilalui peritoneum; bila

tekanan intraabdomen meninggi, peritoneum dan kulit akan

menonjol dan berdekatan

(10)

. Penampang defek kurang 1 cm,

95% dapat sembuh spontan, bila defek lebih 1,5 cm jarang me-

nutup spontan

(7)

. Defek kurang 1 cm waktu lahir dapat menutup

spontan pada umur 1­2 tahun

(9)

.

Pada kebanyakan kasus, cincin hernia mengecil setelah

umur beberapa tahun, hernia hilang spontan

(10,11)

dan jarang se-

kali residif. Penutupan defek terjadi perlahan-lah kira-kira

18% setiap bulan

(12)

. Bila defek lebih besar, penutupan lebih lama

dan beberapa hernia tidak hilang spontan. Hernia yang besar se-

* Dipresentasikan pada Pertemuan Ilmiiah Tahunan X IKABI. Bali 10­11

Maret 1995

Cermin Dunia Kedokteran No. 115, 1997

60

(9)

.

Hernia umbilikalis biasanya tanpa gejala, jarang yang

mengeluh nyeri. Diagnosis tidak sukar yaitu dengan adanya

defek pada umbilikus

(8)

. Diagnosis banding bila ada defek supra-

umbilikus dekat dengan defek umbilikus dengan penonjolan

lernak preperitonial yang dirasakan tidak enak

(8)

.

Pengobatan adalah expectant therapy. Defek kecil dengan

penonjolan minimal pada semua anak sebaiknya diamati sampai

umur prasekolah atau sampai timbulnya gangguan emosional.

Pada hernia yang besar tanpa gangguan emosional pada anak

atau orang tua dapat ditunggu sampai sembuh spontan, atau

dioperasi.

Pengobatan konservatif dengan strapping masih belum

disepakati. Menurut Rains dan Ritchie penyembuhan spontan

lebih cepat dengan memakai Strapping plester melingkari perut

untuk mendekatkan kulit dan otot

(4)

. Sedangkan menurut Swen-

son sulit menentukan apakah strapping umbilikus dapat mem-

bantu proses penutupan defek secara alamiah

(10)

. Biasanya pende-

rita merasa tidak enak dengan masuknya usus ke dalam kantong

hernia. Paling tidak hal ini dapat dicegah dengan strapping.

Menurut Kottinier strapping tidak bermanfaat untuk mencegah

herniasi, malah dapat menutupi tanda-tanda inkarserasi dan

menimbulkan iritasi ku1it

(6)

.

KOMPLIKASI

Hernia umbilikalis jarang mengalami inkarserasi

(3,4,7-10)

.

Kalau terjadi, kerusakan usus lebih cepat dibanding pada hernia

inguinal karena cincin umbilikus kurang elastis dibanding hernia

inguinal

(8)

. Reposisi spontan seperti hernia inguinal tidak di-

anjurkan

(9)

. Pada beberapa kasus yang mengalami inkarserasi,

dalain kantong terdapat usus tidak mengalami nekrosis, hanya

ada satu kasus dengan nekrosis omentum

(10)

. Mestel dan Burns

melaporkan 3 kasus inkarserata satu kasus menjalani reseksi

usus karena gangren

(1)

.

Jarang sekali terjadi ruptur kulit dengan eviserasi organ intra

abdomen

(10)

.

INDIKASI OPERASI

Operasi dianjurkan bila terdapat keadaan berikut:

·

Defek fasia lebih dari 1 cm, umur pada wanita lebih 2 tahun

(4)

dan pada pria Iebih dari 4 tahun

(7)

.

·

Bila terjadi inkarserasi atau strangulasi

(5,6,7,9)

.

·

Bila defek hernia 1 jan longgar pada usia 6 tahun.

·

Bila kantong besar dan kulit tipis dipertimbangkan operasi

karena kemungkinan ruptur

(10)

.

·

Bila anak sering kesakitan waktu hernia menonjol, sedang-

kan Strapping tidak mungkin karena ada kelainan kulit atau ada

riwayat inkarserasi

(10)

.

·

Hernia yang besar sekali mengganggu ibu dan anak

(9)

.

·

Bila selama observasi defek membesar atau menetap atau

bertambah besar setelah umur 4 tahun

(6)

.

KASUS

Seorang bayi wanita umur 2 hari, lahir di rumah bidan

dengan berat badan 2000 g, anak ke enam dengan persalinan.

normal. Mekonium keluar hari pertama dan terdapat pem-

bengkakan pada daerah pusat. Kencing jernih.

Pada pemeriksaan ditemukan keadaan umum lemah sedikit

dehidrasi. Jantung dan paru-paru dalam batas normal. Ekstremi-

tas dan genitalia tidak tampak kelainan. Abdomen tampak gem-

bung dan mengkilat. Pada daerah pusat tampak pembengkakan

dengan penampang 3 cm ditutup kulit. Di atas pembengkakan

terdapat potongan tali pusat.

Pada perabaan abdomen tegang dan tanda cairan tidak ada.

Pembengkakan teraba lunak dan tidak hilang dengan penekanan.

Anus dan rektum tidak ada kelainan.

Pada pemeriksaan foto polos abdomen tampak usus melebar

dan di daerah pusat terdapat masa. Udana bebas tidak tampak.

Batas udara cairan tidak jelas.

Hb 15 g%dan lekosit darah 9100/mm Urine dalain batas

normal. Dilakukan nesusitasi cairan, pemasangan pipa lambung

dan kateter.

Pada pemeriksaan Rontgen terdapat pelebanan usus-usus,

batas udara cairan tidakjelas dan udara bebas tidak tampak.

Pada daerah pusat terdapat bayangan massa.

Ditegakkan diagnosis ileus obstruksi kemungkinan karena

hernia umbilikalis inkaserata.

Dilakukan operasi dengan sayatan melingkardi bawah pusat

pada hernia; dalam kantong hernia terdapat sekum dan appendik

terjepit pada cincin hernia dengan ganis tengah 1,5 cm. Sekum

tidak terisi udara dan masih vital, kemudian direposisi. Kolon

bagian distal tidak terisi udara. Dilakukan herniorafi dan luka

operasi ditutup. Pasca bedah berjalan baik dan penderita dipu-

langkan pada hari ke 6.

KESIMPULAN

Dilaporkan satu kasus hernia umbilikalis inkanserata pada

satu neonatus berumur 2 hari.

KEPUSTAKAAN

1. Mestel, Burns dikutip oleh Swenson.

2. Maingot R. Umbilical hernia. Dalam: Maingot R. (ed). Abdominal opera-

tions Maingot. ed 7. Vol. II. New York: Appleton Century Croft, 1980.

hal. 1618.

3. Morton JH. Abdominal wall hernias. Dalam: Schwartz SI. Principles of

Surgery ed. 5. New York: McGraw-Hill, 1988. hal. 1529.

4. Rains AJH, Ritchie MD. Bailey and Loves Short Practice of Surgery, ed 19.

London: H.K. Lewis & Co. 1984. hal. 1093.

5. Giles GR. The Abdominal Wall and Hernias. Dalam: Cushieri dkk. Essen-

tial Surgical Practice. Bristol: P.S.G. 1982. hal. 882.

6. Kottimier PK. Pediatric Surgical Emergencies. Dalam: Shaftan GW,

Gardner B. Surgical Emergencies. Philadelphia: Lippincot Co. 1974. hal.

549­50.

7. de LonnierHA, Hamson MR. Pediatric Surgery. Dalam: Dunphy JE, Way

LW. Surgical Diagnosis and Treatment. ed 4. Los Altos: Lange Med Publ.

1979. hal. 1066­67.

8. Fillton HC. Pediatric Surgery. Dalam: Sabiston. Textbook of Surgery, Vol

II. ed. 10. Tokyo: Igaku-Shoin 1986. hal. 1295.

9. Guzzetta PC dkk. Pediatric Surgery. Dalam: Schwartz SI (Cd). Principle of

Surgery. ed. 5. New York: Mc Graw-Hill Co. 1988. hal. 1712.

10. SwenvnO. Umbilical anomalies. Dalarn: Swenson 0. Pediatric Surgery,

Vol. I. ed 3. New York: Appleton Century-Croffs. 1969. hal. 542-47.

11. Sibley dikutip oleh Swenson.

12. Heifetz dkk. dikutip oleh Maingo





Senin, 12 Mei 2008

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN TRAUMA KEPALA

  1. Prinsip - Prinsip pada Trauma Kepala

  • Tulang tengkorak sebagai pelindung jaringan otak, mempunyai daya elastisitas untuk mengatasi adanya pukulan.

  • Bila daya/toleransi elastisitas terlampau akan terjadi fraktur.

  • Berat/ringannya cedera tergantung pada :

  1. Lokasi yang terpengaruh :

  • Cedera kulit.

  • Cedera jaringan tulang.

  • Cedera jaringan otak.

  1. Keadaan kepala saat terjadi benturan.

  • Masalah utama adalah terjadinya peningkatan tekanan intrakranial (PTIK)

  • TIK dipertahankan oleh 3 komponen :

  1. Volume darah /Pembuluh darah ( 75 - 150 ml).

  2. Volume Jaringan Otak (. 1200 - 1400 ml).

  3. Volume LCS ( 75 - 150 ml).



Trauma kepala




Kulit Tulang kepala Jaringan otak


Fraktur - Komusio

  • Fraktur linear. - Edema

  • Fraktur comnunited - Kontusio

  • Fraktur depressed - Hematom

  • Fraktur basis





TIK meningkat

  • Gangguan kesadaran

  • Gangguan tanda-tanda vital

  • Kelainan neurologis



  1. Etiologi

  1. Kecelakaan

  2. Jatuh

  3. Trauma akibat persalinan.

  1. Patofisiologi



Cidera Kepala


Cidera otak primer Cidera otak sekunder



  • Kontosio

  • Laserasi Kerusakan sel otak Respon biologik



Sembuh Gangguan aliran darah otak TIK meningkat :

  • Edema

  • Hematom

  • Metabolisme anaerobik

  • Hipoximia



Respon biologik



Gejala :

  1. Jika klien sadar ----- sakit kepala hebat.

  2. Muntah proyektil.

  3. Papil edema.

  4. Kesadaran makin menurun.

  5. Perubahan tipe kesadaran.

  6. Tekanan darah menurun, bradikardia.

  7. An isokor.

  8. Suhu tubuh yang sulit dikendalikan.

















Trauma Kepala



Gangguan auto regulasi



TIK meningkat Aliran darah otak menurun


Edema otak Gangguan metabolisme

  • O2 menurun.

  • CO2 meningkat.

Asam laktat meningkat


Metabolik anaerobik



Tipe Trauma kepala :

  1. Trauma kepala terbuka.

  2. Trauma kepala tertutup.


Trauma kepala terbuka :

Kerusakan otak dapat terjadi bila tulang tengkorak masuk kedalam jaringan otak dan melukai :

  • Merobek duramater -----LCS merembes.

  • Saraf otak

  • Jaringan otak.


Gejala fraktur basis :

  • Battle sign.

  • Hemotympanum.

  • Periorbital echymosis.

  • Rhinorrhoe.

  • Orthorrhoe.

  • Brill hematom.




Trauma Kepala Tertutup :

  1. Komosio

  2. Kontosio.

  3. Hematom epidural.

  4. Hematom subdural.

  5. Hematom intrakranial.


Komosio / gegar otak :

  • Cidera kepala ringan

  • Disfungsi neurologis sementara dan dapat pulih kembali.

  • Hilang kesadaran sementara , kurang dari 10 - 20 menit.

  • Tanpa kerusakan otak permanen.

  • Muncul gejala nyeri kepala, pusing, muntah.

  • Disorientasi sementara.

  • Tidak ada gejala sisa.

  • MRS kurang 48 jam ---- kontrol 24 jam I , observasi tanda-tanda vital.

  • Tidak ada terapi khusus.

  • Istirahat mutlak ---- setelah keluhan hilang coba mobilisasi bertahap, duduk --- berdiri -- pulang.

  • Setelah pulang ---- kontrol, aktivitas sesuai, istirahat cukup, diet cukup.


Kontosio Cerebri / memar otak :

  • Ada memar otak.

  • Perdarahan kecil lokal/difus ---- gangguan lokal --- perdarahan.

  • Gejala :

  • Gangguan kesadaran lebih lama.

  • Kelainan neurologik positip, reflek patologik positip, lumpuh, konvulsi.

  • Gejala TIK meningkat.

  • Amnesia retrograd lebih nyata.


Hematom Epidural :

  • Perdarahan anatara tulang tengkorak dan duramater.

  • Lokasi tersering temporal dan frontal.

  • Sumber : pecahnya pembuluh darah meningen dan sinus venosus.

  • Katagori talk and die.

  • Gejala : (manifestasi adanya proses desak ruang).

- Penurunan kesadaran ringan saat kejadian ----- periode Lucid (beberapa menit - beberapa jam) ---- penurunan kesadaran hebat --- koma, deserebrasi, dekortisasi, pupil an isokor, nyeri kepala hebat, reflek patologik positip.


Hematom Subdural :

  • Perdarahan antara duramater dan arachnoid.

  • Biasanya pecah vena --- akut, sub akut, kronis.

  • Akut :

  • Gejala 24 - 48 jam.

  • Sering berhubungan dnegan cidera otak & medulla oblongata.

  • PTIK meningkat.

  • Sakit kepala, kantuk, reflek melambat, bingung, reflek pupil lambat.


  • Sub Akut :

  • Berkembang 7 - 10 hari, kontosio agak berat, adanya gejal TIK meningkat --- kesadaran menurun.


  • Kronis :

  • Ringan , 2 minggu - 3 - 4 bulan.

  • Perdarahan kecil-kecil terkumpul pelan dan meluas.

  • Gejala sakit kepala, letargi, kacau mental, kejang, disfagia.


Hematom Intrakranial :

  • Perdarahan intraserebral ± 25 cc atau lebih.

  • Selalu diikuti oleh kontosio.

  • Penyebab : Fraktur depresi, penetrasi peluru, gerakan akselerasi - deselerasi mendadak.

  • Herniasi merupakan ancaman nyata, adanya bekuan darah, edema lokal.





Pengaruh Trauma Kepala :

  • Sistem pernapasan

  • Sistem kardiovaskuler.

  • Sistem Metabolisme.










Sistem Pernapasan :

TIK meningkat


Hipoksemia, hiperkapnia Meningkatkan rangsang simpatis



Peningkatan hambatan difusi O2 - Co2.



Edema paru Meningkatkan tahanan vask. sistemik dan tek darah



Meningkatkan tek, hidrostatik

Kebocoran cairan kapiler



Sistem pembuluh darah pulmonal tek. rendah.


Karena adanya kompresi langsung pada batang otak ---- gejala pernapasan abnormal :

  • Chyne stokes.

  • Hiperventilasi.

  • Apneu.


Sistem Kardivaskuler :

  • Trauma kepala --- perubahan fungsi jantung : kontraksi, edema paru, tek. Vaskuler.

  • Perubahan saraf otonoom pada fungsi ventrikel :

  • Disritmia.

  • Fibrilasi.

  • Takikardia.

  • Tidak adanya stimulus endogen saraf simpatis --- terjadi penurunan kontraktilitas ventrikel. ---- curah jantung menurun --- menigkatkan tahanan ventrikel kiri --- edema paru.


Sistem Metabolisme :

  • Trauma kepala --- cenderung terjadi retensi Na, air, dan hilangnya sejumlah nitrogen.

  • Dalam keadaan stress fisiologis.






Trauma


ADH dilepas


Retensi Na dan air


Out put urine menurun

Konsentrasi elektrolit meningkat


  • Normal kembali setelah 1 - 2 hari.

  • Pada keadaan lain :


Fraktur Tengkorak Kerusakan hipofisis

Atau hipotalamus



Penurunan ADH Diabetes Mellitus


Ginjal


Ekskresi air Dehidrasi


Hilang nitrogen meningkat ------------ respon metabolik terhadap trauma.


Trauma



Tubuh perlu energi untuk perbaikan



Nutrisi berkurang


Penghancuran protein otot sebagai sumber nitrogen utama.


]

Pengaruh Pada G.I Tract. :

3 hari pasca trauma --- respon tubuh merangsang hipotalamus dan stimulus vagal.


Lambung hiperacidi


Hipotalamus ------ hipofisis anterior


Adrenal

Steroid


Peningkatan sekresi asam lambung


Hiperacidi

Trauma


Stress Perdarahan lambung



Katekolamin meningkat.

Pengkajian

Pengumpulan data pasien baik subyektif atau obyektif pada gangguan sistem persyarafan sehubungan dengan trauma kepala adalah sebagi berikut :

  1. Identitas pasien dan keluarga (penanggung jawab) : nama, umur, jenis kelamin, agama/suku bangsa, status perkawinan, alamat, golongan darah, penghasilan, hubungan pasien dengan penagnggung jawab, dll.

  2. Riwayat Kesehatan :

Pada umumnya pasien dengan trauma kepala, datang ke rumah sakit dengan penurunan tingkat kesadaran (GCS di bawah 15), bingung, muntah, dispnea/takipnea, sakit kepala, wajah tidak simestris, lemah, paralise, hemiparise, luka di kepala, akumulasi spuntum pada saluran nafas, adanya liquor dari hidung dan telinga, dan adanya kejang.

Riwayat penyakit dahulu :

Haruslah diketahui baik yang berhubungan dnegan sistem persarafan maupun penyakit sistem sistemik lainnya. Demikian pula riwayat penyakit keluarga, terutama yang mempunyai penyakit menular. Riwayat kesehatan tersebut dapat dikaji dari pasien atau keluarga sebagai data subyektif. Data-data ini sangat berarti karena dapat mempengaruhi pronosa pasien.

  1. Pemeriksaan Fisik :

Aspek Neurologis :

Yang dikaji adalah Tingkat kesadaran, biasanya GCS kurang dari 15, disorentasi orang/tempat dan waktu, adanya refleks babinski yang positif, perubahan nilai tanda-tanda vital, adanya gerakan decebrasi atau dekortikasi dan kemungkinan didapatkan kaku kuduk dengan brudzinski positif. Adanya hemiparese.

Pada pasien sadar, dia tidak dapat membedakan berbagai rangsangan/stimulus rasa, raba, suhu dan getaran. Terjadi gerakan-gerakan involunter, kejang dan ataksia, karena gangguan koordinasi. Pasien juga tidak dapat mengingat kejadian sebelum dan sesuadah trauma. Gangguan keseimbangan dimana pasien sadar, dapat terlihat limbung atau tidak dapat mempertajhankana keseimabangan tubuh.

Nervus kranialis dapat terganggu bila trauma kepala meluas sampai batang otak karena edema otak atau pendarahan otak. Kerusakan nervus I (Olfaktorius) : memperlihatkan gejala penurunan daya penciuman dan anosmia bilateral. Nervus II (Optikus), pada trauma frontalis : memperlihatkan gejala berupa penurunan gejala penglihatan. Nervus III (Okulomotorius), Nervus IV (Trokhlearis) dan Nervus VI (Abducens), kerusakannya akan menyebabkan penurunan lapang pandang, refleks cahaya ,menurun, perubahan ukuran pupil, bola mata tidak dapat mengikuti perintah, anisokor.

Nervus V (Trigeminus), gangguannya ditandai ; adanya anestesi daerah dahi. Nervus VII (Fasialis), pada trauma kapitis yang mengenai neuron motorik atas unilateral dapat menurunkan fungsinya, tidak adanya lipatan nasolabial, melemahnya penutupan kelopak mata dan hilangnya rasa pada 2/3 bagian lidah anterior lidah.

Nervus VIII (Akustikus), pada pasien sadar gejalanya berupa menurunnya daya pendengaran dan kesimbangan tubuh. Nervus IX (Glosofaringeus). Nervus X (Vagus), dan Nervus XI (Assesorius), gejala jarang ditemukan karena penderita akan meninggal apabila trauma mengenai saraf tersebut. Adanya Hiccuping (cekungan) karena kompresi pada nervus vagus, yang menyebabkan kompresi spasmodik dan diafragma. Hal ini terjadi karena kompresi batang otak. Cekungan yang terjadi, biasanya yang berisiko peningkatan tekanan intrakranial.

Nervus XII (hipoglosus), gejala yang biasa timbul, adalah jatuhnya lidah kesalah satu sisi, disfagia dan disartria. Hal ini menyebabkan adanya kesulitan menelan.

Aspek Kardiovaskuler :

Didapat perubahan tekanan darah menurun, kecuali apabila terjadi peningkatan intrakranial maka tekanan darah meningkat, denyut nadi bradikardi, kemudian takhikardia, atau iramanya tidak teratur. Selain itu pengkajian lain yang perlu dikumpulkan adalah adanya perdarahan atau cairan yang keluar dari mulut, hidung, telinga, mata. Adanya hipereskresi pada rongga mulut. Adanya perdarahan terbuka/hematoma pada bagian tubuh lainnya. Hal ini perlu pengkajian dari kepalal hingga kaki.

Aspek sistem pernapasan :

Terjadi perubahan pola napas, baik irama, kedalaman maupun frekuensi yaitu cepat dan dangkal, irama tidak teratur (chyne stokes, ataxia brething), bunyi napas ronchi, wheezing atau stridor. Adanya sekret pada tracheo brokhiolus. Peningkatan suhu tubuh dapat terjadi karena adanya infeksi atau rangsangan terhadap hipotalamus sebagai pusat pengatur suhu tubuh.

Aspek sistem eliminasi :

Akan didapatkan retensi/inkontinen dalam hal buang air besar atau kecil. Terdapat ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, dimana terdapat hiponatremia atau hipokalemia. Pada sistem gastro-intestinal perlu dikaji tanda-tanda penurunan fungsi saluran pencernaan seperti bising usus yang tidak terdengar/lemah, aanya mual dan muntah. Hal ini menjadi dasar dalam pemberian makanan.


Glasgow Coma Scale :

  1. Reaksi Membuka Mata.

4. Buka mata spontan.

3. Buka mata bila dipanggil/rangsangan suara.

  1. 2. Buka mata bila dirangsang nyeri.

1.Tidak reaksi dengan rangsangan apapun.


  1. Reaksi Berbicara

4. Komunikasi verbal baik, jawaban tepat.

3. Bingung, disorentasi waktu, tempat dan person.

  1. 2. Dengan rangsangan, reaksi hanya berupa kata tidak membentuk kalimat.

  1. Tidak ada reaksi dengan rangsangan apapun.


  1. Reaksi Gerakan Lengan / Tungkai

6. Mengikuti perintah.

5. Dengan rangsangan nyeri dapat mengetahui tempat rangsangan.

  1. 4. Dengan rangsangan nyeri, menarik anggota badan.

  2. 3. Dengan rangsangan nyeri, timbul reaksi fleksi abnormal.

2. Dengan rangsangan nyeri, timbul reaksi extensi abnormal.

1. Dengan rangsangan nyeri, tidak ada reaksi


  1. Pengkajian Psikologis :

Dimana pasien dnegan tingkat kesadarannya menurun, maka untuk data psikologisnya tidak dapat dinilai, sedangkan pada pasien yang tingkat kesadarannya agak normal akan terlihat adanya gangguan emosi, perubahan tingkah laku, emosi yang labil, iritabel, apatis, delirium, dan kebingungan keluarga pasien karena mengalami kecemasan sehubungan dengan penyakitnya.

Data sosial yang diperlukan adalah bagaimana psien berhubungan dnegan orang-orang terdekat dan yang lainnya, kemampuan berkomunikasi dan peranannya dalam keluarga. Serta pandangan pasien terhadap dirinya setelah mengalami trauma kepala dan rasa aman.


  1. Data spiritual :

Diperlukan adalah ketaatan terhadap agamanya, semangat dan falsafah hidup pasien serta ke-Tuhanan yang diyakininya. Tentu saja data yang dikumpulkan bila tidak ada penurunan kesadaran.


  1. Pemeriksaan Diagnostik :

Pemeriksaan diagnostik yang dilakukan dalam menegakkan diagnosa medis adalah :

  • X-Ray tengkorak.

  • CT-Scan.

  • Angiografi.


  1. Penatalaksanaan Medis Pada Trauma Kepala :

Obat-obatan :

  • Dexamethason/kalmethason sebagai pengobatan anti edema serebral, dosis sesuai dengan berat ringanya trauma.

  • Terapi hiperventilasi (trauma kepala berat), untuk mengurnagi vasodilatasi.

  • Pengobatan anti edema dnegan larutan hipertonis yaitu manitol 20 % atau glukosa 40 % atau gliserol 10 %.

  • Antibiotika yang mengandung barrier darah otak (penisillin) atau untuk infeksi anaerob diberikan metronidasol.

  • Makanan atau cairan, Pada trauma ringan bila muntah-muntah tidak dapat diberikan apa-apa, hanya cairan infus dextrosa 5 %, amnifusin, aminofel (18 jam pertama dari terjadinya kecelakaan), 2 - 3 hari kemudian diberikan makanan lunak.

  • Pada trauma berat. Karena hari-hari pertama didapat penderita mengalami penurunan kesadaran dan cenderung terjadi retensi natrium dan elektrolit maka hari-hari pertama (2-3 hari) tidak terlalu banyak cairan. Dextosa 5 % 8 jam pertama, ringer dextrosa 8 jam kedua dan dextrosa 5 % 8 jam ketiga. Pada hari selanjutnya bila kesadaran rendah makanan diberikan melalui nasogastric tube (2500 - 3000 TKTP). Pemberian protein tergantung nilai ure nitrogennya.

  • Pembedahan.

Prioritas Diagnosa Keperawatan :

  1. Gangguan perfusi jaringan otak berhubungan dengan gangguan peredaran darah karena adanya penekanan dari lesi (perdarahan, hematoma).

  2. Potensial atau aktual tidak efektinya pola pernapasan, berhubungan dengan kerusakan pusat pernapasan di medulla oblongata.

  3. Potensial terjadinya peningkatan tekanan intrakranial berhubungan dengan adanya proses desak ruang akibat penumpukan cairan darah di dalam otak.

  4. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dnegan penurunan produksi anti diuretik hormon (ADH) akibat terfiksasinya hipotalamus.

  5. Aktual/Potensial terjadi gangguan kebutuhannutrisi : Kurang dari kebutuhan berhubungan dengan berkurangnya kemampuan menerima nutrisi akibat menurunnya kesadaran.

  6. Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan imobilisasi, aturan terapi untuk tirah baring.

  7. Gangguan persepsi sensoris berhubungan dengan penurunan daya penangkapan sensoris.

  8. Potensial terjadinya infeksi berhubungan dengan masuknya kuman melalui jaringan atau kontinuitas yang rusak.

  9. Gangguan rasa nyaman : Nyeri kepala berhubunagn dengan kerusakan jaringan otak dan perdarahan otak/peningkatan tekanan intrakranial.

  10. Gangguan rasa aman : Cemas dari keluarga berhubungan dengan ketidakpastian terhadap pengobatan dan perawatan serta adanya perubahan situasi dan krisis.


Intervensi :

  1. Kaji faktor penyebab dari situasi/keadaan individu/penyebab coma/penurunan perfusi jaringan dan kemungkinan penyebab peningkatan TIK.

R/ Deteksi dini untuk memprioritaskan intervensi, mengkaji status neurologi/tanda-tanda kegagalan untuk menentukan perawatan kegawatan atau tindakan pembedahan.

  1. Monitor GCS dan mencatatnya.

R/ Menganalisa tingkat kesadaran dan kemungkinan dari peningkatan TIK dan menentukan lokasi dari lesi.

  1. Memonitor tanda-tanda vital.

R/ Suatu kedaan normal bila sirkulasi serebral terpelihara dengan baik atau fluktuasi ditandai dengan tekanan darah sistemik, penurunan dari outoregulator kebanyakan merupakan tanda penurun difusi lokal vaskularisasi darah serebral. Dengan peningkatan tekanan darah (diatolik) maka dibarengi dengan peningkatan tekanan darah intra kranial. Hipovolumik/hipotensi merupakan manifestasi dari multiple trauma yang dapat menyebabkan ischemia serebral. HR dan disrhytmia merupakan perkembangan dari gangguan batang otak.

  1. Evaluasi pupil.

R/ Reaksi pupil dan pergerakan kembali dari bola mata merupakan tanda dari gangguan nervus/saraf jika batang otak terkoyak. Keseimbangan saraf antara simpatik dan parasimpatik merupakan respon reflek nervus kranial.

  1. Kaji penglihatan, daya ingat, pergerakan mata dan reaksi reflek babinski.

R/ Kemungkinan injuri pada otak besar atau batang otak. Penurunan reflek penglihatan merupakan tanda dari trauma pons dan medulla. Batuk dan cekukan merupakan reflek dari gangguan medulla.Adanya babinski reflek indikasi adanya injuri pada otak piramidal.

  1. Monitor temperatur dan pengaturan suhu lingkungan.

R/ Panas merupakan reflek dari hipotalamus. Peningkatan kebutuhan metabolisme dan O2 akan menunjang peningkatan ICP.

  1. Monitor intake, dan output : catat turgor kulit, keadaa membran mukosa.

R/ Indikasi dari gangguan perfusi jaringan trauma kepala dapat menyebabkan diabetes insipedus atau syndroma peningkatan sekresi ADH.

  1. Pertahankan kepala/leher pada posisi yang netral, usahakan dnegan sedikit bantal. Hindari penggunaan bantal yang banyak pada kepala.

R/ Arahkan kepala ke salah datu sisi vena jugularis dan menghambat drainage pada vena cerebral dan meningkatkan ICP.

  1. Berikan periode istirahat anatara tindakan perawatan dan batasi lamanya prosedur.

R. Tindakan yang terus-menerus dapat meningkatkan ICP oleh efek rangsangan komulatif.

  1. Kurangi rangsangan esktra dan berikan rasa nyaman seperti massage punggung, lingkungan yang tenang, sentuhan yang ramah dan suasana/pembicaraan yang tidak gaduh.

R/ Memberikan suasana yang tenag (colming efek) dapat mengurangi respon psikologis dan memberikan istirahat untuk mempertahankan/ICP yang rendah.

  1. Bantu pasien jika batuk, muntah.

R/ Aktivitas ini dapat meningkatkan intra thorak/tekanan dalam torak dan tekanan dalam abdomen dimana akitivitas ini dapat meningkatkan tekanan ICP.

  1. Kaji peningkatan istirahat dan tingkah laku pada pagi hari.

R/ Tingkah non verbal ini dpat merupakan indikasi peningkatan ICP atau memberikan reflek nyeri dimana pasien tidak mampu mengungkapkan keluhan secara verbal, nyeri yang tidak menurun dapat meningkatakan ICP.

  1. Palpasi pada pembesaran/pelebaran blader, pertahankan drainage urin secara paten jika digunakan dan juga monitor terdapatnya konstipasi.

R/ Dapat meningkatkan respon automatik yang potensial menaikan ICP.

Kolaborasi :

  1. Naikkan kepala pada tempat tidur/bed 15 - 45 derajat sesuai dengan tolenransi/indikasi.

R/ Peningkatan drainage/aliran vena dari kepala, mengurangi kongesti cerebral dan edema/resiko terjadi ICP.

  1. Berikan cairan intra vena sesuai dengan yang dindikasikan.

R/ Pemberian cairan mungkin diinginkan untuk menguransi edema cerebral, peningkatan minimum pada pembuluh darah, tekanan darah dan ICP.

  1. Berikan Oksigen.

R/ Mengurangi hipoxemia, dimana dapat meningkatkan vasodilatasi cerebral dan volume darah dan menaikkan ICP.

  1. Berikan obat Diuretik contohnya : mannitol, furoscide.

R/ Diuretik mungkin digunakan pada pase akut untuk mengalirkan air dari brain cells, dan mengurangi edema cerebral dan ICP.

  1. Berikan Steroid contohnya : Dextamethason, methyl prednisolone.

R/ Untuk menurunkan inflamasi (radang) dan mengurangi edema jaringan.

  1. Berikan analgesik dosis tinggi contoh : Codein.

R/ Mungkin diindikasikan untuk mengurangi nyeri dan obat ini berefek negatif pada ICP tetapi dapat digunakan dengan sebab untuk mencegah.

  1. Berikan Sedatif contoh : Benadryl.

R/ Mungkin digunakan untuk mengontrol kurangnya istirahat dan agitasi.

  1. Berikan antipiretik, contohnya : aseptaminophen.

R/ Mengurangi/mengontrol hari dan pada metabolisme serebral/oksigen yang diinginkan.

DAFTAR PUSTAKA



Carpenito, L.P. (1999). Rencana Asuhan Dan Dokumentasi Keperawatan, Diagnosa Keperawatan dan Masalah Kolaboratif. Ed.2. Jakarta : EGC.


Komite Keperawatan RSUD Dr. Soedono Madiun. (1999). Penatalaksanaan Pada Kasus Trauma Kepala. Makalah Kegawat daruratan dalam bidang bedah. Tidak dipublikasikan.


Long, B.C. (1996). Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses Kperawatan). Bandung : Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Bandung.


Reksoprodjo, S. dkk. (1995). Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta : Bina rupa Aksara.


Rothrock, J.C. (1999). Perencanaan Asuhan Keperawatan Perioperatif. Jakarta : EGC.


Tucker, S.M. (1998). Standart Perawatan Pasien : Proses Keperawatan, Diagnosis dan Evaluasi. Ed. 1 . Jakarta : ECG.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN TRAUMA KEPALA

  1. Prinsip - Prinsip pada Trauma Kepala

  • Tulang tengkorak sebagai pelindung jaringan otak, mempunyai daya elastisitas untuk mengatasi adanya pukulan.

  • Bila daya/toleransi elastisitas terlampau akan terjadi fraktur.

  • Berat/ringannya cedera tergantung pada :

  1. Lokasi yang terpengaruh :

  • Cedera kulit.

  • Cedera jaringan tulang.

  • Cedera jaringan otak.

  1. Keadaan kepala saat terjadi benturan.

  • Masalah utama adalah terjadinya peningkatan tekanan intrakranial (PTIK)

  • TIK dipertahankan oleh 3 komponen :

  1. Volume darah /Pembuluh darah ( 75 - 150 ml).

  2. Volume Jaringan Otak (. 1200 - 1400 ml).

  3. Volume LCS ( 75 - 150 ml).



Trauma kepala




Kulit Tulang kepala Jaringan otak


Fraktur - Komusio

  • Fraktur linear. - Edema

  • Fraktur comnunited - Kontusio

  • Fraktur depressed - Hematom

  • Fraktur basis





TIK meningkat

  • Gangguan kesadaran

  • Gangguan tanda-tanda vital

  • Kelainan neurologis



  1. Etiologi

  1. Kecelakaan

  2. Jatuh

  3. Trauma akibat persalinan.

  1. Patofisiologi



Cidera Kepala


Cidera otak primer Cidera otak sekunder



  • Kontosio

  • Laserasi Kerusakan sel otak Respon biologik



Sembuh Gangguan aliran darah otak TIK meningkat :

  • Edema

  • Hematom

  • Metabolisme anaerobik

  • Hipoximia



Respon biologik



Gejala :

  1. Jika klien sadar ----- sakit kepala hebat.

  2. Muntah proyektil.

  3. Papil edema.

  4. Kesadaran makin menurun.

  5. Perubahan tipe kesadaran.

  6. Tekanan darah menurun, bradikardia.

  7. An isokor.

  8. Suhu tubuh yang sulit dikendalikan.

















Trauma Kepala



Gangguan auto regulasi



TIK meningkat Aliran darah otak menurun


Edema otak Gangguan metabolisme

  • O2 menurun.

  • CO2 meningkat.

Asam laktat meningkat


Metabolik anaerobik



Tipe Trauma kepala :

  1. Trauma kepala terbuka.

  2. Trauma kepala tertutup.


Trauma kepala terbuka :

Kerusakan otak dapat terjadi bila tulang tengkorak masuk kedalam jaringan otak dan melukai :

  • Merobek duramater -----LCS merembes.

  • Saraf otak

  • Jaringan otak.


Gejala fraktur basis :

  • Battle sign.

  • Hemotympanum.

  • Periorbital echymosis.

  • Rhinorrhoe.

  • Orthorrhoe.

  • Brill hematom.




Trauma Kepala Tertutup :

  1. Komosio

  2. Kontosio.

  3. Hematom epidural.

  4. Hematom subdural.

  5. Hematom intrakranial.


Komosio / gegar otak :

  • Cidera kepala ringan

  • Disfungsi neurologis sementara dan dapat pulih kembali.

  • Hilang kesadaran sementara , kurang dari 10 - 20 menit.

  • Tanpa kerusakan otak permanen.

  • Muncul gejala nyeri kepala, pusing, muntah.

  • Disorientasi sementara.

  • Tidak ada gejala sisa.

  • MRS kurang 48 jam ---- kontrol 24 jam I , observasi tanda-tanda vital.

  • Tidak ada terapi khusus.

  • Istirahat mutlak ---- setelah keluhan hilang coba mobilisasi bertahap, duduk --- berdiri -- pulang.

  • Setelah pulang ---- kontrol, aktivitas sesuai, istirahat cukup, diet cukup.


Kontosio Cerebri / memar otak :

  • Ada memar otak.

  • Perdarahan kecil lokal/difus ---- gangguan lokal --- perdarahan.

  • Gejala :

  • Gangguan kesadaran lebih lama.

  • Kelainan neurologik positip, reflek patologik positip, lumpuh, konvulsi.

  • Gejala TIK meningkat.

  • Amnesia retrograd lebih nyata.


Hematom Epidural :

  • Perdarahan anatara tulang tengkorak dan duramater.

  • Lokasi tersering temporal dan frontal.

  • Sumber : pecahnya pembuluh darah meningen dan sinus venosus.

  • Katagori talk and die.

  • Gejala : (manifestasi adanya proses desak ruang).

- Penurunan kesadaran ringan saat kejadian ----- periode Lucid (beberapa menit - beberapa jam) ---- penurunan kesadaran hebat --- koma, deserebrasi, dekortisasi, pupil an isokor, nyeri kepala hebat, reflek patologik positip.


Hematom Subdural :

  • Perdarahan antara duramater dan arachnoid.

  • Biasanya pecah vena --- akut, sub akut, kronis.

  • Akut :

  • Gejala 24 - 48 jam.

  • Sering berhubungan dnegan cidera otak & medulla oblongata.

  • PTIK meningkat.

  • Sakit kepala, kantuk, reflek melambat, bingung, reflek pupil lambat.


  • Sub Akut :

  • Berkembang 7 - 10 hari, kontosio agak berat, adanya gejal TIK meningkat --- kesadaran menurun.


  • Kronis :

  • Ringan , 2 minggu - 3 - 4 bulan.

  • Perdarahan kecil-kecil terkumpul pelan dan meluas.

  • Gejala sakit kepala, letargi, kacau mental, kejang, disfagia.


Hematom Intrakranial :

  • Perdarahan intraserebral ± 25 cc atau lebih.

  • Selalu diikuti oleh kontosio.

  • Penyebab : Fraktur depresi, penetrasi peluru, gerakan akselerasi - deselerasi mendadak.

  • Herniasi merupakan ancaman nyata, adanya bekuan darah, edema lokal.





Pengaruh Trauma Kepala :

  • Sistem pernapasan

  • Sistem kardiovaskuler.

  • Sistem Metabolisme.










Sistem Pernapasan :

TIK meningkat


Hipoksemia, hiperkapnia Meningkatkan rangsang simpatis



Peningkatan hambatan difusi O2 - Co2.



Edema paru Meningkatkan tahanan vask. sistemik dan tek darah



Meningkatkan tek, hidrostatik

Kebocoran cairan kapiler



Sistem pembuluh darah pulmonal tek. rendah.


Karena adanya kompresi langsung pada batang otak ---- gejala pernapasan abnormal :

  • Chyne stokes.

  • Hiperventilasi.

  • Apneu.


Sistem Kardivaskuler :

  • Trauma kepala --- perubahan fungsi jantung : kontraksi, edema paru, tek. Vaskuler.

  • Perubahan saraf otonoom pada fungsi ventrikel :

  • Disritmia.

  • Fibrilasi.

  • Takikardia.

  • Tidak adanya stimulus endogen saraf simpatis --- terjadi penurunan kontraktilitas ventrikel. ---- curah jantung menurun --- menigkatkan tahanan ventrikel kiri --- edema paru.


Sistem Metabolisme :

  • Trauma kepala --- cenderung terjadi retensi Na, air, dan hilangnya sejumlah nitrogen.

  • Dalam keadaan stress fisiologis.






Trauma


ADH dilepas


Retensi Na dan air


Out put urine menurun

Konsentrasi elektrolit meningkat


  • Normal kembali setelah 1 - 2 hari.

  • Pada keadaan lain :


Fraktur Tengkorak Kerusakan hipofisis

Atau hipotalamus



Penurunan ADH Diabetes Mellitus


Ginjal


Ekskresi air Dehidrasi


Hilang nitrogen meningkat ------------ respon metabolik terhadap trauma.


Trauma



Tubuh perlu energi untuk perbaikan



Nutrisi berkurang


Penghancuran protein otot sebagai sumber nitrogen utama.


]

Pengaruh Pada G.I Tract. :

3 hari pasca trauma --- respon tubuh merangsang hipotalamus dan stimulus vagal.


Lambung hiperacidi


Hipotalamus ------ hipofisis anterior


Adrenal

Steroid


Peningkatan sekresi asam lambung


Hiperacidi

Trauma


Stress Perdarahan lambung



Katekolamin meningkat.

Pengkajian

Pengumpulan data pasien baik subyektif atau obyektif pada gangguan sistem persyarafan sehubungan dengan trauma kepala adalah sebagi berikut :

  1. Identitas pasien dan keluarga (penanggung jawab) : nama, umur, jenis kelamin, agama/suku bangsa, status perkawinan, alamat, golongan darah, penghasilan, hubungan pasien dengan penagnggung jawab, dll.

  2. Riwayat Kesehatan :

Pada umumnya pasien dengan trauma kepala, datang ke rumah sakit dengan penurunan tingkat kesadaran (GCS di bawah 15), bingung, muntah, dispnea/takipnea, sakit kepala, wajah tidak simestris, lemah, paralise, hemiparise, luka di kepala, akumulasi spuntum pada saluran nafas, adanya liquor dari hidung dan telinga, dan adanya kejang.

Riwayat penyakit dahulu :

Haruslah diketahui baik yang berhubungan dnegan sistem persarafan maupun penyakit sistem sistemik lainnya. Demikian pula riwayat penyakit keluarga, terutama yang mempunyai penyakit menular. Riwayat kesehatan tersebut dapat dikaji dari pasien atau keluarga sebagai data subyektif. Data-data ini sangat berarti karena dapat mempengaruhi pronosa pasien.

  1. Pemeriksaan Fisik :

Aspek Neurologis :

Yang dikaji adalah Tingkat kesadaran, biasanya GCS kurang dari 15, disorentasi orang/tempat dan waktu, adanya refleks babinski yang positif, perubahan nilai tanda-tanda vital, adanya gerakan decebrasi atau dekortikasi dan kemungkinan didapatkan kaku kuduk dengan brudzinski positif. Adanya hemiparese.

Pada pasien sadar, dia tidak dapat membedakan berbagai rangsangan/stimulus rasa, raba, suhu dan getaran. Terjadi gerakan-gerakan involunter, kejang dan ataksia, karena gangguan koordinasi. Pasien juga tidak dapat mengingat kejadian sebelum dan sesuadah trauma. Gangguan keseimbangan dimana pasien sadar, dapat terlihat limbung atau tidak dapat mempertajhankana keseimabangan tubuh.

Nervus kranialis dapat terganggu bila trauma kepala meluas sampai batang otak karena edema otak atau pendarahan otak. Kerusakan nervus I (Olfaktorius) : memperlihatkan gejala penurunan daya penciuman dan anosmia bilateral. Nervus II (Optikus), pada trauma frontalis : memperlihatkan gejala berupa penurunan gejala penglihatan. Nervus III (Okulomotorius), Nervus IV (Trokhlearis) dan Nervus VI (Abducens), kerusakannya akan menyebabkan penurunan lapang pandang, refleks cahaya ,menurun, perubahan ukuran pupil, bola mata tidak dapat mengikuti perintah, anisokor.

Nervus V (Trigeminus), gangguannya ditandai ; adanya anestesi daerah dahi. Nervus VII (Fasialis), pada trauma kapitis yang mengenai neuron motorik atas unilateral dapat menurunkan fungsinya, tidak adanya lipatan nasolabial, melemahnya penutupan kelopak mata dan hilangnya rasa pada 2/3 bagian lidah anterior lidah.

Nervus VIII (Akustikus), pada pasien sadar gejalanya berupa menurunnya daya pendengaran dan kesimbangan tubuh. Nervus IX (Glosofaringeus). Nervus X (Vagus), dan Nervus XI (Assesorius), gejala jarang ditemukan karena penderita akan meninggal apabila trauma mengenai saraf tersebut. Adanya Hiccuping (cekungan) karena kompresi pada nervus vagus, yang menyebabkan kompresi spasmodik dan diafragma. Hal ini terjadi karena kompresi batang otak. Cekungan yang terjadi, biasanya yang berisiko peningkatan tekanan intrakranial.

Nervus XII (hipoglosus), gejala yang biasa timbul, adalah jatuhnya lidah kesalah satu sisi, disfagia dan disartria. Hal ini menyebabkan adanya kesulitan menelan.

Aspek Kardiovaskuler :

Didapat perubahan tekanan darah menurun, kecuali apabila terjadi peningkatan intrakranial maka tekanan darah meningkat, denyut nadi bradikardi, kemudian takhikardia, atau iramanya tidak teratur. Selain itu pengkajian lain yang perlu dikumpulkan adalah adanya perdarahan atau cairan yang keluar dari mulut, hidung, telinga, mata. Adanya hipereskresi pada rongga mulut. Adanya perdarahan terbuka/hematoma pada bagian tubuh lainnya. Hal ini perlu pengkajian dari kepalal hingga kaki.

Aspek sistem pernapasan :

Terjadi perubahan pola napas, baik irama, kedalaman maupun frekuensi yaitu cepat dan dangkal, irama tidak teratur (chyne stokes, ataxia brething), bunyi napas ronchi, wheezing atau stridor. Adanya sekret pada tracheo brokhiolus. Peningkatan suhu tubuh dapat terjadi karena adanya infeksi atau rangsangan terhadap hipotalamus sebagai pusat pengatur suhu tubuh.

Aspek sistem eliminasi :

Akan didapatkan retensi/inkontinen dalam hal buang air besar atau kecil. Terdapat ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, dimana terdapat hiponatremia atau hipokalemia. Pada sistem gastro-intestinal perlu dikaji tanda-tanda penurunan fungsi saluran pencernaan seperti bising usus yang tidak terdengar/lemah, aanya mual dan muntah. Hal ini menjadi dasar dalam pemberian makanan.


Glasgow Coma Scale :

  1. Reaksi Membuka Mata.

4. Buka mata spontan.

3. Buka mata bila dipanggil/rangsangan suara.

  1. 2. Buka mata bila dirangsang nyeri.

1.Tidak reaksi dengan rangsangan apapun.


  1. Reaksi Berbicara

4. Komunikasi verbal baik, jawaban tepat.

3. Bingung, disorentasi waktu, tempat dan person.

  1. 2. Dengan rangsangan, reaksi hanya berupa kata tidak membentuk kalimat.

  1. Tidak ada reaksi dengan rangsangan apapun.


  1. Reaksi Gerakan Lengan / Tungkai

6. Mengikuti perintah.

5. Dengan rangsangan nyeri dapat mengetahui tempat rangsangan.

  1. 4. Dengan rangsangan nyeri, menarik anggota badan.

  2. 3. Dengan rangsangan nyeri, timbul reaksi fleksi abnormal.

2. Dengan rangsangan nyeri, timbul reaksi extensi abnormal.

1. Dengan rangsangan nyeri, tidak ada reaksi


  1. Pengkajian Psikologis :

Dimana pasien dnegan tingkat kesadarannya menurun, maka untuk data psikologisnya tidak dapat dinilai, sedangkan pada pasien yang tingkat kesadarannya agak normal akan terlihat adanya gangguan emosi, perubahan tingkah laku, emosi yang labil, iritabel, apatis, delirium, dan kebingungan keluarga pasien karena mengalami kecemasan sehubungan dengan penyakitnya.

Data sosial yang diperlukan adalah bagaimana psien berhubungan dnegan orang-orang terdekat dan yang lainnya, kemampuan berkomunikasi dan peranannya dalam keluarga. Serta pandangan pasien terhadap dirinya setelah mengalami trauma kepala dan rasa aman.


  1. Data spiritual :

Diperlukan adalah ketaatan terhadap agamanya, semangat dan falsafah hidup pasien serta ke-Tuhanan yang diyakininya. Tentu saja data yang dikumpulkan bila tidak ada penurunan kesadaran.


  1. Pemeriksaan Diagnostik :

Pemeriksaan diagnostik yang dilakukan dalam menegakkan diagnosa medis adalah :

  • X-Ray tengkorak.

  • CT-Scan.

  • Angiografi.


  1. Penatalaksanaan Medis Pada Trauma Kepala :

Obat-obatan :

  • Dexamethason/kalmethason sebagai pengobatan anti edema serebral, dosis sesuai dengan berat ringanya trauma.

  • Terapi hiperventilasi (trauma kepala berat), untuk mengurnagi vasodilatasi.

  • Pengobatan anti edema dnegan larutan hipertonis yaitu manitol 20 % atau glukosa 40 % atau gliserol 10 %.

  • Antibiotika yang mengandung barrier darah otak (penisillin) atau untuk infeksi anaerob diberikan metronidasol.

  • Makanan atau cairan, Pada trauma ringan bila muntah-muntah tidak dapat diberikan apa-apa, hanya cairan infus dextrosa 5 %, amnifusin, aminofel (18 jam pertama dari terjadinya kecelakaan), 2 - 3 hari kemudian diberikan makanan lunak.

  • Pada trauma berat. Karena hari-hari pertama didapat penderita mengalami penurunan kesadaran dan cenderung terjadi retensi natrium dan elektrolit maka hari-hari pertama (2-3 hari) tidak terlalu banyak cairan. Dextosa 5 % 8 jam pertama, ringer dextrosa 8 jam kedua dan dextrosa 5 % 8 jam ketiga. Pada hari selanjutnya bila kesadaran rendah makanan diberikan melalui nasogastric tube (2500 - 3000 TKTP). Pemberian protein tergantung nilai ure nitrogennya.

  • Pembedahan.

Prioritas Diagnosa Keperawatan :

  1. Gangguan perfusi jaringan otak berhubungan dengan gangguan peredaran darah karena adanya penekanan dari lesi (perdarahan, hematoma).

  2. Potensial atau aktual tidak efektinya pola pernapasan, berhubungan dengan kerusakan pusat pernapasan di medulla oblongata.

  3. Potensial terjadinya peningkatan tekanan intrakranial berhubungan dengan adanya proses desak ruang akibat penumpukan cairan darah di dalam otak.

  4. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dnegan penurunan produksi anti diuretik hormon (ADH) akibat terfiksasinya hipotalamus.

  5. Aktual/Potensial terjadi gangguan kebutuhannutrisi : Kurang dari kebutuhan berhubungan dengan berkurangnya kemampuan menerima nutrisi akibat menurunnya kesadaran.

  6. Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan imobilisasi, aturan terapi untuk tirah baring.

  7. Gangguan persepsi sensoris berhubungan dengan penurunan daya penangkapan sensoris.

  8. Potensial terjadinya infeksi berhubungan dengan masuknya kuman melalui jaringan atau kontinuitas yang rusak.

  9. Gangguan rasa nyaman : Nyeri kepala berhubunagn dengan kerusakan jaringan otak dan perdarahan otak/peningkatan tekanan intrakranial.

  10. Gangguan rasa aman : Cemas dari keluarga berhubungan dengan ketidakpastian terhadap pengobatan dan perawatan serta adanya perubahan situasi dan krisis.


Intervensi :

  1. Kaji faktor penyebab dari situasi/keadaan individu/penyebab coma/penurunan perfusi jaringan dan kemungkinan penyebab peningkatan TIK.

R/ Deteksi dini untuk memprioritaskan intervensi, mengkaji status neurologi/tanda-tanda kegagalan untuk menentukan perawatan kegawatan atau tindakan pembedahan.

  1. Monitor GCS dan mencatatnya.

R/ Menganalisa tingkat kesadaran dan kemungkinan dari peningkatan TIK dan menentukan lokasi dari lesi.

  1. Memonitor tanda-tanda vital.

R/ Suatu kedaan normal bila sirkulasi serebral terpelihara dengan baik atau fluktuasi ditandai dengan tekanan darah sistemik, penurunan dari outoregulator kebanyakan merupakan tanda penurun difusi lokal vaskularisasi darah serebral. Dengan peningkatan tekanan darah (diatolik) maka dibarengi dengan peningkatan tekanan darah intra kranial. Hipovolumik/hipotensi merupakan manifestasi dari multiple trauma yang dapat menyebabkan ischemia serebral. HR dan disrhytmia merupakan perkembangan dari gangguan batang otak.

  1. Evaluasi pupil.

R/ Reaksi pupil dan pergerakan kembali dari bola mata merupakan tanda dari gangguan nervus/saraf jika batang otak terkoyak. Keseimbangan saraf antara simpatik dan parasimpatik merupakan respon reflek nervus kranial.

  1. Kaji penglihatan, daya ingat, pergerakan mata dan reaksi reflek babinski.

R/ Kemungkinan injuri pada otak besar atau batang otak. Penurunan reflek penglihatan merupakan tanda dari trauma pons dan medulla. Batuk dan cekukan merupakan reflek dari gangguan medulla.Adanya babinski reflek indikasi adanya injuri pada otak piramidal.

  1. Monitor temperatur dan pengaturan suhu lingkungan.

R/ Panas merupakan reflek dari hipotalamus. Peningkatan kebutuhan metabolisme dan O2 akan menunjang peningkatan ICP.

  1. Monitor intake, dan output : catat turgor kulit, keadaa membran mukosa.

R/ Indikasi dari gangguan perfusi jaringan trauma kepala dapat menyebabkan diabetes insipedus atau syndroma peningkatan sekresi ADH.

  1. Pertahankan kepala/leher pada posisi yang netral, usahakan dnegan sedikit bantal. Hindari penggunaan bantal yang banyak pada kepala.

R/ Arahkan kepala ke salah datu sisi vena jugularis dan menghambat drainage pada vena cerebral dan meningkatkan ICP.

  1. Berikan periode istirahat anatara tindakan perawatan dan batasi lamanya prosedur.

R. Tindakan yang terus-menerus dapat meningkatkan ICP oleh efek rangsangan komulatif.

  1. Kurangi rangsangan esktra dan berikan rasa nyaman seperti massage punggung, lingkungan yang tenang, sentuhan yang ramah dan suasana/pembicaraan yang tidak gaduh.

R/ Memberikan suasana yang tenag (colming efek) dapat mengurangi respon psikologis dan memberikan istirahat untuk mempertahankan/ICP yang rendah.

  1. Bantu pasien jika batuk, muntah.

R/ Aktivitas ini dapat meningkatkan intra thorak/tekanan dalam torak dan tekanan dalam abdomen dimana akitivitas ini dapat meningkatkan tekanan ICP.

  1. Kaji peningkatan istirahat dan tingkah laku pada pagi hari.

R/ Tingkah non verbal ini dpat merupakan indikasi peningkatan ICP atau memberikan reflek nyeri dimana pasien tidak mampu mengungkapkan keluhan secara verbal, nyeri yang tidak menurun dapat meningkatakan ICP.

  1. Palpasi pada pembesaran/pelebaran blader, pertahankan drainage urin secara paten jika digunakan dan juga monitor terdapatnya konstipasi.

R/ Dapat meningkatkan respon automatik yang potensial menaikan ICP.

Kolaborasi :

  1. Naikkan kepala pada tempat tidur/bed 15 - 45 derajat sesuai dengan tolenransi/indikasi.

R/ Peningkatan drainage/aliran vena dari kepala, mengurangi kongesti cerebral dan edema/resiko terjadi ICP.

  1. Berikan cairan intra vena sesuai dengan yang dindikasikan.

R/ Pemberian cairan mungkin diinginkan untuk menguransi edema cerebral, peningkatan minimum pada pembuluh darah, tekanan darah dan ICP.

  1. Berikan Oksigen.

R/ Mengurangi hipoxemia, dimana dapat meningkatkan vasodilatasi cerebral dan volume darah dan menaikkan ICP.

  1. Berikan obat Diuretik contohnya : mannitol, furoscide.

R/ Diuretik mungkin digunakan pada pase akut untuk mengalirkan air dari brain cells, dan mengurangi edema cerebral dan ICP.

  1. Berikan Steroid contohnya : Dextamethason, methyl prednisolone.

R/ Untuk menurunkan inflamasi (radang) dan mengurangi edema jaringan.

  1. Berikan analgesik dosis tinggi contoh : Codein.

R/ Mungkin diindikasikan untuk mengurangi nyeri dan obat ini berefek negatif pada ICP tetapi dapat digunakan dengan sebab untuk mencegah.

  1. Berikan Sedatif contoh : Benadryl.

R/ Mungkin digunakan untuk mengontrol kurangnya istirahat dan agitasi.

  1. Berikan antipiretik, contohnya : aseptaminophen.

R/ Mengurangi/mengontrol hari dan pada metabolisme serebral/oksigen yang diinginkan.

DAFTAR PUSTAKA



Carpenito, L.P. (1999). Rencana Asuhan Dan Dokumentasi Keperawatan, Diagnosa Keperawatan dan Masalah Kolaboratif. Ed.2. Jakarta : EGC.


Komite Keperawatan RSUD Dr. Soedono Madiun. (1999). Penatalaksanaan Pada Kasus Trauma Kepala. Makalah Kegawat daruratan dalam bidang bedah. Tidak dipublikasikan.


Long, B.C. (1996). Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses Kperawatan). Bandung : Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Bandung.


Makalah Kuliah Medikal bedah PSIK FK Unair Surabaya. Tidak Dipublikasikan


Reksoprodjo, S. dkk. (1995). Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta : Bina rupa Aksara.


Rothrock, J.C. (1999). Perencanaan Asuhan Keperawatan Perioperatif. Jakarta : EGC.


Tucker, S.M. (1998). Standart Perawatan Pasien : Proses Keperawatan, Diagnosis dan Evaluasi. Ed. 1 . Jakarta : ECG.